Jakarta, CNBC Indonesia – Perekonomian Jepang akhirnya bangkit di tahun 2021 setelah mengalami kontraksi dalam 2 tahun terakhir. Meski demikian tidak serta merta kurs yen mengalami penguatan, sebab bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) belum akan mengikuti bank sentral lainnya dalam mengetatkan kebijakan moneter.
Hal tersebut membuat kurs yen masih menjadi favorit pelaku pasar untuk melakukan carry trade.
Strategi carry trade dilakukan dengan memanfaatkan selisih suku bunga di dua negara. Secara sederhana investor akan meminjam modal di negara dengan suku bunga rendah, kemudian menginvestasikannya di negara dengan suku bunga yang tinggi.
Yen dan euro merupakan mata uang yang paling sering dijadikan pendanaan untuk carry trade, sebab bank sentralnya menetapkan suku bunga rendah. Sementara yang jadi tujuan investasinya adalah negara emerging market seperti Indonesia dengan rupiah yang memberikan imbal hasil tinggi. Pada pertengahan 2020 lalu, analisis dari Bloomberg menunjukkan rupiah menjadi mata uang carry trade yang paling atraktif.
Namun, euro belakangan ini menjadi kurang menarik untuk carry trade, sebab European Central Bank (ECB) sudah berencana mengetatkan kebijakan moneternya.
“Yen cenderung memberikan stabilitas dan sedikit depresiasi melihat rendahnya tekanan inflasi di Jepang. Jadi, secara keseluruhan yen memang merupakan mata uang pendanaan (untuk carry trade) yang paling populer,” kata Peter Kinsella, kepala strategi valuta asing di Union Bancaire Privee, sebagaimana dilansir Bloomberg, Minggu (13/2).
Inflasi di Jepang diperkirakan akan mencapai 1,1% di tahun fiskal yang berakhir 2023, dan BoJ mengatakan suku bunga tidak akan dinaikkan hingga target inflasi 2% tercapai.
Artinya, setidaknya hingga satu tahun ke depan, suku bunga acuan di Jepang masih akan -0,1%.
Proyeksi tersebut tidak berubah meski perekonomian Jepang di kuartal IV-2021 dilaporkan tumbuh 1,3% dari kuartal sebelumnya, dan 5,4% jika disetahunkan berdasarkan data dari Cabinet Office yang dirilis hari ini.
Sepanjang 2021, produk domestik bruto (PDB) negara dengan nilai perekonomian terbesar ketiga di dunia ini tercatat tumbuh 1,7%, setelah berkontraksi 4,5% di 2020 dan 0,2% di 2019.
BoJ Senin kemarin menyatakan akan membeli obligasi pemerintah dengan tidak terbatas guna menahan kenaikan yield jangka panjang. BoJ menyatakan akan membeli obligasi pemerintah tenor 10 tahun dengan imbal hasil 0,25%.
Yield obligasi Jepang tenor 10 tahun belakangan ini memang terus menanjak mendekati level tersebut, sebab BoJ diperkirakan akan mengurangi stimulus moneternya mengikuti langkah bank sentral lainnya.
Namun, kebijakan yang diambil kemarin, dan menjadi yang pertama sejak Juli 2018, menunjukkan jika BoJ ingin tetap mempertahankan suku bunga rendah dalam waktu yang lama agar menjaga momentum pertumbuhan ekonomi sehingga inflasi bisa mencapai target.
Hal ini menegaskan yen akan terus menjadi mata uang favorit untuk carry trade.
Content retrieved from: https://www.cnbcindonesia.com/market/20220215132252-17-315527/ekonomi-jepang-akhirnya-bangkit-carry-trade-apa-kabar-nih.