Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi kuartal IV tahun 2022 mencapai 5,01%. Dari data BPS, konsumsi rumah tangga menjadi penopang terbesar pertumbuhan ekonomi Kuartal IV-2022 dengan kontribusi 51,65%. Konsumsi tercatat tumbuh 4,48% pada Kuartal IV-2022.
Perlambatan konsumsi ini sudah terjadi sejak kuartal III-2022, meskipun angka Covid-19 melandai dan pelonggaran PPKM terus dilakukan. Pada kuartal III-2022, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,39%. Angka ini melambat dibandingkan dengan kuartal II 2022 yang tumbuh 5,51%.
Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan, BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI-7DRR), sebesar 225 basis points (bps) sejak Agustus 2022. Kenaikan suku bunga acuan ini terbilang tajam karena BI melakukan kenaikan hingga 50 bps pada rapat dewan gubernur di September hingga November.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Adapun, kenaikan ini dilakukan dalam rangka menjangkar inflasi inti kembali ke kisaran 3%, sekaligus sebagai langkah stabilisasi rupiah. Kenaikan suku bunga acuan dalam rangka menekan inflasi dapat menekan konsumsi masyarakat secara teori.
Hingga saat ini, BI meyakini kenaikan BI7DRR sebesar 225 bps sejak Agustus 2022 hingga menjadi 5,75% ini memadai untuk memastikan inflasi inti tetap berada dalam kisaran 3,0±1% pada semester I-2023 dan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) kembali ke dalam sasaran 3,0±1% pada semester II-2023.
Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengungkapkan walau kinerja pertumbuhan ekonomi di kuartal IV-2022 sebesar 5.01%, lebih rendah dibanding kuartal III-2022, yakni 5.72%. Namun, angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan perkiraan pasar dan pengamat.
BI tetap berpandangan angka tersebut didukung solidnya konsumsi rumah tangga sebagai penopang utama perekonomian seiring telah dicabutnya berbagai restriksi mobilitas masyarakat yang juga turut meningkatkan optimisme konsumen.
Dody menegaskan bahwa kebijakan pengetatan moneter melalui kenaikan suku bunga merupakan langkah yang ditempuh BI untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan inflasi ke depan, terutama dari tekanan imported inflation seiring gejolak pasar keuangan global yang terjadi di sepanjang 2022.
“Bila kita cermati, di tengah kenaikan suku bunga kebijakan moneter, kenaikan suku bunga di perbankan relatif terbatas. Hal tersebut, disertai dengan likuiditas yang masih memadai dan tingkat profitabilitas bank yang terjaga akan terus mendorong intermediasi bagi perekonomian,” papar Dody.
|
Ke depannya, pemerintah telah memastikan dua sumber pertumbuhan yang akan menopang pergerakan ekonomi di 2023. Dua sumber tersebut adalah konsumsi dan investasi.
“Penguatan core ekonomi dalam negeri melalui konsumsi dan investasi akan menjadi faktor utama untuk meningkatkan resiliensi ekonomi Indonesia di tahun 2023, karena kinerja ekspor yang sebelumnya tumbuh tinggi diperkirakan akan melambat,” tegas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Senin (7/2/2023).
Di sisi lain, BI diperkirakan tidak akan kembali menaikkan suku bunga pada bulan ini.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menegaskan BI tidak perlu menaikkan suku bunga acuan lagi, jika inflasi telah berangsur turun dan tren pelemahan dolar membayangi.
“Kalau saya melihat sudah cukup ya karena guidance inflasi BI clear bahwa inflasi inti akan turun ke bawah 4% lagi. Paling tinggal liat stabilitas kurs dimana (kalau tidak ada Black Swan lagi) pressure untuk pelemahan yang dalam relatif lebih kecil dibandingkan tahun lalu,” ungkapnya kepada CNBC Indonesia.
Content retrieved from: https://www.cnbcindonesia.com/news/20230207071620-4-411579/konsumsi-q4-lesu-meski-ppkm-usai-efek-pengetatan-moneter-bi.