Passersby are reflected on a stock quotation board outside a brokerage in Tokyo, Japan, August 6, 2019. REUTERS/Issei Kato

Jakarta, CNBC Indonesia – Bursa Asia-Pasifik ditutup bervariasi pada perdagangan Rabu (31/8/2022), di tengah kekhawatiran investor akan isu resesi global dan semakin agresifnya bank sentral di negara maju untuk mengekang inflasi.

Indeks Hang Seng Hong Kong ditutup naik tipis 0,03% ke posisi 19.954,39, KOSPI Korea Selatan melesat 0,86% ke 2.472,05, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir menguat 0,27% menjadi 7.178,59.

Sedangkan untuk indeks Nikkei Jepang ditutup melemah 0,37% ke posisi 28.091,53, Shanghai Composite China terkoreksi 0,78% ke 3.202,14, Straits Times Singapura terpangkas 0,55% ke 3.221,67, dan ASX 200 Australia terdepresiasi 0,16% menjadi 6.986,8.

Dari China, data aktivitas manufaktur pada periode Agustus 2022 dilaporkan naik. Data yang tergambarkan pada Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur versi NBS pada bulan ini naik menjadi 49,4, dari sebelumnya di angka 49 pada bulan lalu.

Meski alami peningkatan, namun indeks manufaktur ini masih di level kontraksi karena berada di bawah level 50.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawahnya berarti kontraksi, sementara di atasnya ekspansi.

 

Baca:

Wall Street dan Bursa Asia Ambruk, Bursa Eropa Jadi Galau..

 

Masih berkontraksinya manufaktur Negeri Panda disebabkan karena China masih menerapkan kebijakan nol Covid-19 atau zero Covid.

Kekhawatiran terjadi setelah otoritas kesehatan setempat menutup pasar elektronik terbesar di dunia yaitu Huaqiangbei yang terletak di Shenzhen. Sebanyak 24 stasiun kereta bawah tanah (subway) juga ditutup sementara.

Negara yang dipimpin oleh Presiden Xi Jinping itu masih saja menerapkan kebijakan tanpa toleransi (zero tolerance) terhadap Covid-19. Saat ada kluster penularan, maka jalan keluarnya selalu melakukan karantina wilayah alias lockdown.

Ini membuat perekonomian Negeri Panda maju-mundur. Saat ‘keran’ aktivitas masyarakat mulai dibuka, ekonomi mulai bergeliat, beberapa waktu kemudian ‘digembok’ lagi. Alhasil, industri di China kembali lesu.

Di lain sisi, investor juga cenderung masih menimbang sikap bank sentral di beberapa negara maju yang berpotensi masih akan agresif untuk menaikkan suku bunga acuannya, demi menjinakkan inflasi hingga mencapai targetnya.

Bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) masih akan agresif menaikkan suku bunga, menahannya di level tinggi dalam waktu yang lama, sehingga risiko resesi meningkat, dan menyebabkan laba korporasi berisiko tergerus.

Tidak hanya The Fed, bank sentral lainnya yang juga bermasalah dengan inflasi tinggi juga bisa melakukan hal yang sama, resesi dunia pun di depan mata.

Yang terbaru, Presiden The Fed wilayah New York, John William, juga menegaskan perlunya kebijakan moneter yang ketat guna memperlambat demand, sehingga inflasi bisa diredam.

“Kita perlu kebijakan yang ketat untuk memperlambat demand, dan kita belum sampai di sana,” kata Williams, sebagaimana dilansir CNBC International.

Bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) juga menunjukkan tanda-tanda akan agresif. Anggota dewan gubernur ECB, Madis Muller mengatakan ECB seharusnya mulai mendiskusikan kenaikan 75 basis poin (bp) di bulan September.

Hal ini menjadikan isu resesi kembali mencuat dan ‘menyerang balik’ minyak mentah. Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) dan Brent merosot lebih dari 4%.

Penurunan harga minyak mentah bisa menurunkan tekanan harga energi. Seperti diketahui tingginya harga energi memicu masalah lonjakan inflasi, yang berdampak sangat buruk bagi perekonomian. Resesi mengancam dunia akibat tingginya harga energi.

Ketika resesi terjadi artinya perekonomian mengalami kemerosotan, dan permintaan minyak mentah juga akan menurun.

Resesi bisa terjadi akibat bank sentral di berbagai negara yang sangat agresif dalam menaikkan suku bunga guna meredam inflasi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

 

Artikel Selanjutnya

Bursa Asia Bangkit Mengekor Wall Street, Kecuali Shanghai

 

(chd/vap)

Content retrieved from: https://www.cnbcindonesia.com/market/20220831164827-17-368193/masih-ada-sentimen-resesi-bursa-asia-ditutup-bervariasi.