Infografis: Aksi Tipu-tipu di Dunia Kripto Paling Gempar di Dunia

Jakarta CNBC Indonesia – Pasar kripto melemah pada Sabtu (25/12/2021), menyusul pertaruhan bahwa ekonomi bakal kian membaik yang memicu investor memburu aset riskan kovensional seperti saham.

Di tengah tren penguatan pasar saham dunia kemarin, mata uang kripto justru tertekan pada hari ini, mengindikasikan aksi jual para pemodal untuk menjaring peluang keuntungan dari pulihnya bursa saham dunia.

Tren tersebut membuat posisi mata uang kripto yang selama era pandemi dianggap sebagai aset riskan paling menjanjikan-karena tak terpengaruh oleh kondisi fundamental ekonomi, menjadi kurang menarik.

Berdasarkan data Coinmarketcap, sembilan dari sepuluh mata uang kripto dengan nilai pasar terbesar dunia berada di zona merah. Satu koin yang masih menguat adalah Solana, sebesar 1,85% menjadi US$ 192,93.

Sebaliknya, koreksi terbesar menimpa koin XRP yang mencapai 4,53% diikuti Terra sebesar 3,28%. Bitcoin sebagai acuan mata uang kripto juga mengalami tekanan harga, sebesar 0,6%, menjadi US$ 50.946,12 (Rp 722,89 juta) per keping.

Saat ini ada tiga sentimen negatif yang menerpa pasar uang kripto. Pertama, sikap keras negara-negara yang melarang penambangan dan peredaran mata uang kripto, seperti China, Turki, dan Rusia. Larangan tersebut secara psikologis membuat investor khawatir memegang mata uang kripto.

Sentimen negatif kedua berasal dari percepatan pengurangan pembelian obligasi sekunder (tapering off) oleh Federal Reserve (The Fed). Kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) tersebut bakal membuat limpahan likuiditas di pasar berkurang drastis. Limpahan tersebut selama ini mengucur ke pasar uang kripto.

Sentimen ketiga berasal dari ekspektasi kian membaiknya perekonomian nasional menyusul konfirmasi dari Afrika Selatan dan Inggris bahwa virus Covid-19 varian terbaru, yakni Omicron, memiliki tingkat keparahan yang lebih rendah dari Delta.

Pemerintah Amerika Serikat (AS) memberikan izin edar bagi dua obat penanganan Covid-19 yang dirilis oleh Pfizer dan Merck, sehingga menghapus kekhawatiran akan terjadinya gelombang ketiga pandemi, dan pembatasan sosial (lockdown) skala besar.

Ke depan, ada harapan bahwa Omicron justru mengakhiri pandemi seperti yang terjadi pada Spanish Flu pada 1918 di mana masyarakat dan virus H1N1 saat itu sudah bisa berdamai dan hidup bersama, sampai sekarang.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]

(ags/ags)

Content retrieved from: https://www.cnbcindonesia.com/investment/20211225165928-21-302009/mata-uang-kripto-lagi-dalam-tekanan-begini-penjelasannya.