Jakarta, CNBC Indonesia – Nilai tukar rupiah sukses bertahan di bawah Rp 14.200/US$ hingga pertengahan perdagangan Kamis (14/10). Dolar Amerika Serikat (AS) yang jeblok meski inflasi kembali meninggi membuat rupiah menguat dengan mudah.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,25% ke Rp 14.180/US$. Penguatan rupiah sempat terpangkas ke Rp 14.190/US$, tetapi setelahnya kembali menguat 0,46% ke Rp 14.150/U$. Level tersebut merupakan yang terkuat sejak 10 Mei lalu.
Memasuki tengah hari, penguatan rupiah kembali terpangkas. Pada pukul 12:00 WIB, rupiah berada di Rp 14.165/US$, menguat 0,35% di pasar spot.
Di sisa perdagangan hari ini, rupiah masih akan mampu mempertahan penguatannya, bahkan masih mungkin dipertebal. Hal ini terlihat dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih kuat siang ini ketimbang beberapa saat sebelumnya pembukaan perdagangan pagi tadi.
Periode | Kurs Pukul 8:54 WIB | Kurs Pukul 11:54 WIB |
1 Pekan | Rp14.182,50 | Rp14.133,6 |
1 Bulan | Rp14.217,00 | Rp14.166,0 |
2 Bulan | Rp14.260,50 | Rp14.209,0 |
3 Bulan | Rp14.312,50 | Rp14.263,5 |
6 Bulan | Rp14.462,00 | Rp14.411,0 |
9 Bulan | Rp14.617,00 | Rp14.571,0 |
1 Tahun | Rp14.780,00 | Rp14.726,0 |
2 Tahun | Rp15.415,60 | Rp15.353,7 |
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Dolar AS yang masih lemah membuat peluang berlanjutnya penguatan terbuka. Indeks dolar AS hingga siang ini masih melemah tipis 0,01% setelah kemarin jeblok 0,46% pada perdagangan.
![]() |
Jebloknya dolar AS terjadi meski inflasi berada di level tertinggi dalam 13 tahun terakhir. Pemerintah AS kemarin melaporkan inflasi yang dilihat dari consumer price index (CPI) di bulan September dilaporkan tumbuh 0,4% dari bulan sebelumnya, lebih tinggi dari hasil polling Reuters terhadap para ekonom sebesar 0,3%. Sementara itu dibandingkan September 2020, inflasi melesat 5,4%, lebih tinggi dari pertumbuhan bulan Agustus 5,3% year-on-year (YoY).
Sementar itu inflasi inti yang tidak memasukkan sektor makanan dan energi, tumbuh 0,2% month-on-month (MoM), dan 4% YoY.
Inflasi merupakan salah satu acuan utama bank sentral AS (The Fed) dalam menerapkan kebijakan moneter, untuk saat ini adalah kapan waktunya tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) dan kenaikan suku bunga.
Meski demikian, indeks dolar AS tetap terpuruk, padahal sebelumnya berada di level tertinggi dalam satu tahun terakhir. Dolar AS dikatakan mengalami “buy the rumour, sell the fact“.
“Reaksi dolar AS terhadap data inflasi bisa menjadi contoh buy the rumour, sell the fact,” kata Joseph Capurso, alhi strategi di Commonwealth Bank of Australia dalam sebuah catatan yang dikutip CNBC International.
Content retrieved from: https://www.cnbcindonesia.com/market/20211014122943-17-283872/nahas-dolar-as-kena-buy-the-rumour-sell-the-fact.