
Menurut Undang-Undang Perpajakan yang berlaku di Indonesia, suami dan istri berhak memilih secara terpisah atau digabung dalam hal kewajiban perpajakannya. Metode kewajiban dipisah atau digabung tersebut akan memengaruhi pelaporan SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) Pajak Penghasilan Orang Pribadi. Wajib Pajak suami istri dapat menggabungkan perhitungan dan pelaporan pajak menjadi satu sebagai salah satu alternatif untuk menghindari beban perpajakan dan menghemat pengeluaran bebak pajak. Alternatif ini disebut sebagai status: Kepala Keluarga (KK) dalam pelaporan SPT. Pada status kewajiban perpajakan ini, penghasilan dari seluruh anggota keluarga wajib pajak digabungkan sebagai satu kesatuan dan ditentukan oleh satu orang. Jika suami dan istri bekerja pada pemberi kerja maka istri tidak perlu memiliki NPWP melainkan ikut NPWP suami. Penghasilan istri akan dilaporkan dalam lampiran SPT suami.
Berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-20/PJ/2013, mengatur tentang penyederhanaan kewajiban untuk para istri. NPWP suami dapat dimanfaatkan untuk urusan administrasi dan kewajiban perpajakan. Apabila suami dan istri melaporkan pajak dalam satu NPWP yaitu NPWP suami, maka bukti potong yang diberikan oleh pemberi kerja kepada istri akan digabungkan sebagai lampiran SPT Tahunan suami. Sehingga yang nantinya akan dilaporkan dalam SPT adalah:
- Lembar pertama formulir SPT diisi dengan laporan penghasilan suami yang dipotong pajak oleh pemberi kerja
- Lembar kedua formulir SPT diisi denga laporan penghasilan istri yang dipotong pajak oleh pemberi kerja (jika ada)
Pilihan Status Kepala Keluarga (KK) yang menggabungan NPWP suami dan istri merupakan suatu pilihan yang tepat dan bijak. Istri tidak akan repot dalam melaporkan SPT Tahunan dan tidak akan terkena sanksi perpajakan. Selain itu, manfaat lain yang dirasakan adalah tidak menjadikan pajak kurang bayar atau PPh terutang karena jika tidak digabung, hasil perhitungan penghasilan suami dan istri dihitung terpisah dan kemudian digabung. Bila pekerjaan istri adalah seorang karyawan, maka kewajiban lapor pajaknya mengikat kepada Kajian SPT suami. Bila pekerjaan istri adalah wirausahawan, maka kewajiban pembayaran menggunakan NPWP suami. Hal ini akan sangat menguntungkan suami dan istri.
Jika menghendaki hak dan kewajiban perpajakan suami istri digabung maka harus dilakukan pengajuan penghapusan NPWP istri dengan melampirkan formulir yang dapat diunduh di laman resmi DJP), dan melampirkan dokumen pendukung berupa fotokopi buku nikah atau dokumen sejenis, dan surat pernyataan dari istri bahwa tidak membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan atau tidak ingin melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya terpisah dari suami.
Sumber:
2. Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-20/PJ/2013