Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia – Sejumlah rilis data ekonomi diproyeksikan akan memengaruhi gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pekan depan.

Pertama, aktivitas manufaktur China melambat pada bulan Januari dibandingkan bulan sebelumnya. Hal tersebut karena langkah pengetatan dalam upaya meredam penyebaran virus corona penyebab Covid-19.

Indeks manufaktur PMI yang disurvei oleh Badan Statistik Nasional China (NBS) tercatat 50,1 pada Januari. Angka tersebut turun dari bulan Desember sebesar 50,3.

Secara terpisah, survei yang dilakukan oleh majalah bisnis Caixin mencatat PMI Manufaktur China sebesar 49,1 pada bulan Januari, turun 50,9 pada bulan Desember. Ini berarti aktivitas manufaktur China masuk ke zona kontraksi.

Kedua, rilis dalam PMI manufaktur Amerika Serikat (AS) yang akan rilis 1 Februari. Mengacu poling Reuters, PMI Manufaktur AS diperkirakan melambat menjadi 57,5 dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 58,7.

Turunnya aktivitas manufaktur China dan AS dapat berdampak negatif terhadap ekonomi Indonesia. Ini karena kedua negara dengan ekonomi terbesar di dunia tersebut merupakan mitra dagang utama Indonesia. Peran China dan AS terhadap ekspor Indonesia sebesar 23,24% dan 11,68%. Sedangkan untuk impor, masing-masing berperan 32,5% dan 5,08% terhadap total nilai impor Indonesia.

Sekadar informasi, PMI dicatat dengan skala 100 poin di mana angka di atas 50 menunjukkan aktivitas berkembang dan di bawah menunjukkan kontraksi.

Dari dalam negeri, rilis inflasi dan PMI manufaktur akan rilis pekan depan patut dicermati. Berdasarkan pemantauan harga pada minggu keempat Januari, Bank Indonesia (BI) memperkirakan inflasi pada Januari sebesar 0,53%month-to-month(mtm), turun dari inflasi bulan lalu sebesar 0,57% mtm.

Inflasi yang turun pada Januari 2021 disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama adalah melandainya kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, walaupun masih harganya masih tinggi. Kemudian, melejitnya kasus Covid-19 galur Omicron cukup memberi dampak terhadap kepercayaan masyarakat untuk berbelanja.

Sedangkan PMI Manufaktur Indonesia akan dirilis pada tanggal 2 Januari. Bulan Desember PMI Manufaktur Indonesia tercatat 53,5.

Musim pelaporan keuangan emiten pada kuartal IV-2022 bisa jadi booster bagi IHSG. Harapannya kinerja emiten di 2021 membaik karena re-opening ekonomi, terutama emiten sektor komoditas yang dipengaruhi oleh tingginya harga acuan dunia.

Musim rilis laporan keuangan untuk kinerja tahun 2021 dibuka manis setelah tiga bank besar Indonesia panen laba.

PT Bank Negara Indonesia (Persero)Tbk(BBNI) berhasil membuat kinerja positif pada tahun buku 2021.Laba BBNI 2021 tercatat Rp 10,89 triliun atau tumbuh 232,32%yoy, naik 3 kali lipat dari laba pada 2020.

Kemudian, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) mencatatkan laba bersih senilai Rp 28,02 triliun sepanjang 2021. Angka ini mengalami kenaikan 66,83% secara tahunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang senilai Rp 16,80 triliun.

PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) kemarin juga melaporkan laba bersih sebesar Rp 31,4 triliun sepanjang 2021, tumbuh 15,8%year-on-year(YoY) dari laba bersih tahun 2020.

Sementara perkembangan situasi pandemi Covid-19 Indonesia tak luput dari perhatian investor. Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mengumumkan ada tambahan 11.588 kasus konfirmasi positif pada Sabtu (27/1/2021), tertinggi dalam lebih dari lima bulan terakhir.

Perlu diingat, tanggal 31 Januari adalah akhir dari PPKM. Dengan angka Covid-19 saat ini terbuka lebar potensi status PPKM akan ditingkatkan terutama di Jakarta sebagai pusat ekonomi Indonesia.

Jika status PPKM ditingkatkan dari level 2 menjadi level 3, akibatnya ekonomi akan menjadi lesu dan membuat ekspektasi kinerja keuangan emiten-emiten menjadi turun pada kuartal I-2022. Tentu saja hal ini menjadi sentimen negatif

[Gambas:Video CNBC]

(ras/ras)

Content retrieved from: https://www.cnbcindonesia.com/market/20220130151839-17-311576/perhatian-manufaktur-hingga-omicron-akan-tentukan-nasib-ihsg.