Jakarta, CNBC Indonesia – Kontrak berjangka (futures) indeks bursa Amerika Serikat (AS) melemah pada perdagangan Senin (14/2/2022). Investor masih mengamati perkembangan tensi antara Rusia dan Ukraina dan potensi kenaikan suku bunga acuan oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
Kontrak futures indeks Dow Jones turun 242 poin atau 0,7%. Kontrak serupa indeks S&P 500 dan Nasdaq terkoreksi masing-masing sebesar 0,8% dan 1%.
“Ketakutan yang nyata ketika China mendukung Rusia dan hubungan antara China dan AS menjadi memburuk. Sehingga, merubah hubungan ekonomi dari negara superpowers tersebut dan berimbas kepada perekonomian dunia,” tutur Direktur Perencana Investasi Upholdings Robert Cantwell dikutip dari CNBC International.
Pembicaraan via telepon antara Presiden AS Joe Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mencegah Putin menyerang Ukraina telah gagal. Beberapa maskapai penerbangan dengan tujuan ke Ukraina dihentikan atau dialihkan. Namun, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin meminta kedatangan tentara AS ke Ukraina.
Investor masih menimbang dampak potensi dari lonjakan inflasi pada ekonomi AS dan memprediksi peluang The Fed meredam inflasi.
Pekan lalu menjadi minggu yang sulit dipicu rilis data inflasi yang tinggi dan kecemasan akan penyerangan Rusia ke Ukraina, sehingga indeks Dow Jones dan S&P 500 turun masing-masing sebesar 1% dan 1,8% secara mingguan. Namun, indeks Nasdaq terkoreksi lebih dari 2%.
Pada Jumat (11/2/2022), indeks Dow Jones turun 503,53 poin atau 1,43%. Indeks S&P 500 jatuh 1,9% dan Nasdaq terdepresiasi 2,8%. Penurunan terjadi setelah Gedung Putih mengingatkan potensi perang di Ukraina bisa terjadi kapan saja dan meminta warga AS untuk meninggalkan Ukraina secepatnya.
Sementara itu, harga minyak melonjak, sejalan dengan kenaikan pada aset safe haven (aset minim risiko) seperti obligasi pemerintah.
Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan angka inflasi di Januari naik 7,5%, menjadi yang tertinggi sejak 1982. Saham emiten teknologi paling terpukul karena laporan tersebut dan mendorong imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun di atas 2%, menjadi yang pertama sejak 2019.
Mengacu kepada CME, perdagangan diprediksi masih turun karena aksi hawkish The Fed dengan 55% peluang bahwa suku bunga acuan akan naik 7 kali tahun ini. Surat Berharga Negara (SBN) diproyeksikan bergerak mixed, di mana yield obligasi turun jauh dari pekan lalu. Yield obligasi tenor 10 tahun berada di 1,92%, tapi tenor 2 tahun naik ke 1,53%.
Tensi di Ukraina memukul pasar energi, di mana kontrak berjangka gas alami melonjak hampir 5% dan harga minyak dunia juga naik.
Dilansir CNBC International, Robert mengatakan setiap rilis angka inflasi, selalu melebihi ekspektasi dan The Fed mensinyalkan akan menaikkan suku bunga acuannya, tapi The Fed belum benar-benar melakukannya. Semakin lama The Fed menunggu, semakin cepat pula mereka harus menaikkan suku bunga acuannya.
Analis Goldman Sachs memprediksikan The Fed mendongkrak suku bunga acuan 7 kali dan yield obligasi pemerintah AS tenor 20 tahun menyentuh 2,25% tahun ini. Mereka juga menurunkan proyeksi indeks S&P 500 menjadi 4.900 dari sebelumnya 5.100. Artinya, kenaikan hanya 2,8% dari harga acuannya di akhir 2021.
Musim rilis laporan keuangan pekan ini akan dirilis oleh Nvidia,Walmart,Shopify, danAMC. Agenda ekonomi pekan ini di antaranya rilis laporan penjualan ritel dan penjualan rumah. Selain itu, konfirmasi poling dari Presiden The Fed Jerome Powell dan beberapa pejabat dijadwalkan besok.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
(aaf/aaf)
Content retrieved from: https://www.cnbcindonesia.com/market/20220214184302-17-315348/potensi-kenaikan-suku-bunga-the-fed-picu-koreksi-dow-futures.