
Source : CNBC Indonesia
Kenaikan IHSG di pekan ini tidak lepas dari bursa saham AS (Wall Street) yang mencetak rekor tertinggi sepanjang masa. Pergerakan kiblat bursa saham dunia tersebut tentunya akan tetap mempengaruhi pergerakan IHSG.
Salah satu pemicu penguatan Wall Street yakni yield obligasi (Treasury) AS yang mengalami penurunan. Yield Treasury tenor 10 tahun sepanjang pekan lalu turun 9,3 basis poin ke 1,573% yang merupakan level terendah dalam 1 bulan terakhir.
Penurunan yield Treasury tersebut selain menguntungkan IHSG, juga akan memberikan dampak positif ke SBN. Sebab, selisih yield akan semakin melebar dan SBN akan menjadi lebih menarik bagi para investor.
Ketika aliran modal masuk ke pasar obligasi, begitu juga pasar saham, nilai tukar rupiah akan menjadi bertenaga.
Selain itu, rupiah seharusnya bisa menghentikan rekor buruk tidak pernah menguat dalam 9 pekan beruntun pada pekan depan, sebab indeks dolar AS sedang dalam tren melemah.
Sepanjang pekan lalu indeks yang mengukur kekuatan dolar AS tersebut turun 0,66% ke 91,556 yang merupakan level terendah dalam 1 bulan terakhir. di pekan sebelumnya indeks dolar AS juga anjlok 0,92%. Artinya dalam 2 pekan mengalami penurunan lebih dari 1,5%.
Baik Treasury maupun indeks dolar AS tertekan setelah ketua bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell, pada Rabu lalu yang menyebutkan perekonomian AS memang sudah membaik, dan inflasi juga akan terus naik. Tetapi hal tersebut masih belum cukup bagi The Fed untuk menaikkan mengubah kebijakan moneternya, yang masih akan dipertahankan hingga krisis berakhir.
Sementara itu dari dalam negeri, perhatian tertuju pada Bank Indonesia (BI) yang akan mengumumkan kebijakan moneter pada hari Selasa (20/4/2021). BI kemungkinan besar belum akan merubah kebijakan moneternya, tetapi pelaku pasar akan melihat bagaimana pandangan BI terkait pemulihan ekonomi Indonesia, apalagi setelah IMF menurunkan proyeksinya di tahun ini.
Pandangan BI terkait nilai tukar rupiah yang sudah 9 pekan melemah juga bisa menggerakkan Mata Uang Garuda.
TIM RISET CNBC INDONESIA