Jakarta, CNBC Indonesia – Investasi di pasar modal pada tahun 2022, atau bertepatan dengan Tahun Macan Air, dalam kalender Kongzi masih tetap prospektif. Investasi di instrument saham diyakini tetap bakal mendulang cuan di tengah tren pemulihan perekonomian domestik.
Menurut Ahli Feng Shui Yulius Fang membeberkan sejumlah elemen yang bakal bangkit di semester pertama tahun ini adalah sektor yang berkaitan dengan elemen api, tanah dan kayu. Turunan dari sektor yang berkaitan dengan elemen tersebut antara lain di sektor restoran, kuliner, energi, minyak, gas, kimia, dan bisnis pertunjukan. Kemudian, sektor batu bara diramal juga masih naik, melanjutkan tren Tahun Kerbau Logam di tahun sebelumnya yang menyebabkan permintaan komoditas batu bara meningkat.
“Kemudian, saham akan bagus di enam bulan awal, asuransi penerbangan tahun ini akan terjadi peningkatan, any kind terutama yang lalu lintas orang meningkat, mungkin didukung karena dua tahun ini terkungkung,” kata Yulius.
Beberapa elemen turunan tanah antara lain di sektor properti, konstruksi, pertambangan, mineral agraria, pangan, sembako, perbankan koperasi, peternakan, pemakaman, grosir pakaian, tas, dan sepatu yang juga diramal bakal cuan tahun ini. Sedangkan, unsur kayu termasuk sektor tekstil, pakaian, kesehatan, kehutanan, perkebunan, percetakan, penerbitan, kertas, furnitur, kurir ekspedisi, logistik, dan pergudangan juga akan baik kinerjanya di tahun ini.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Martha Christina memprediksi laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di tahun ini akan berada di level 7.600 pada skenario dasar (base case). Sedangkan, pada skenario penguatan berkelanjutan (bull case), IHSG diperkirakan akan berada di level 8.000 dengan skenario pelemahan berkelanjutan (bear case) di level 6.100.
Martha menjelaskan, ada sejumlah katalis positif yang bisa menjadi penggerak IHSG tahun ini. Pertama, tren kenaikan harga komoditas seperti batu bara dan minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO). Seperti diketahui, harga batu bara terus melanjutkan tren penguatan dan sempat menyentuh harga US$ 250 per ton dan kini berada di level US$ 206 per ton. Sedangkan, harga CPO juga masih berada di kisaran 5.153 ringgit Malaysia (RM) per ton.
“Tren kenaikan harga komoditas akan pengaruh positif ke ekonomi Indonesia. Ketika ekonomi mengalami kenaikan, maka tingkat kepercayaan masyarakat melakukan belanja akan lebih tinggi,” kata Martha.
Dengan membaiknya perekonomian dan peningkatan konsumsi tersebut diharapkan akan berimplikasi positif pada perolehan laba bersih maupun pendapatan emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI). Martha menambahkan, meskipun ada risiko dari sisi kebijakan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve yang melakukan pengurangan nilai aset-aset finansial (tapering), arus modal masuk diperkirakan masih akan masuk ke bursa saham domestik.
“Yang terjadi ketika suku bunga AS naik di 2016-2019, secara efeknya ke IHSG masih tetap menguat. Efeknya akan lebih minimal baik dari tapering dan kenaikan suku bunga,” bebernya.
Mirae Asset merekomendasikan sejumlah saham yang bakal moncer di tahun depan antara lain di sektor perbankan (BBCA, BBRI, BMRI, BBNI) infrastruktur telekomunikasi (TLKM, EXCL) dan industri otomotif (ASII dan UNTR).
|
Secara rinci, saham-saham emiten perbankan big banks di pasar modal masih berpeluang mencatatkan perbaikan dari sisi pertumbuhan kredit seiring membaiknya perekonomian. Hal ini tentu akan berimplikasi terhadap laba bersih emiten bank.
Dua sektor lainnya, infrastruktur telekomunikasi juga masih berpeluang tetap bertumbuh pada tahun ini seiring dengan masih terbukanya peluang pertumbuhan bisnis menara telekomunikasi, terutama di wilayah luar Jawa. Sedangkan, emiten otomotif seperti Grup Astra, berpeluang kembali tumbuh dari sisi penjualan seiring adanya insentif fiskal Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBm) yang ditanggung pemerintah 100% untuk kendaraan low cost green car (LCGC) atau di bawah Rp200 juta. Sedangkan, permintaan alat berat seperti PT United Tractors Tbk (UNTR) ditopang oleh katalis positif di sektor emiten perkebunan seiring membaiknya harga CPO, sehingga permintaan alat berat akan mengalami kenaikan.
“Pilihan tersebut mengkombinasikan saham-saham yang defensif seperti sektor telekomunikasi dan sektor yang sensitif terhadap pertumbuhan ekonomi, seperti perbankan dan industri,” bebernya.
Content retrieved from: https://www.cnbcindonesia.com/market/20220201125752-17-312049/tahun-macan-air-saham-saham-ini-potensi-bakal-cuan.